Fiqh Muamalah


AMWAL DALAM PERSPEKTIF FIQIH MUAMALAH
Pendahuluan
Setiap manusia memerlukan adanya harta, ia adalah penopang bagi kehidupan di dunia. Selain itu ia juga menjadi penolong sekaligus beban bagi para pemiliknya di akhirat kelak. Tidak ada seorangpun yang tidak membutuhkan harta. Bahkan seseorang rela pergi pagi pulang petang hanya untuk mendapatkan harta. Tidak jarang terjadi pertengkaran dan nyawa melayang hanya karena memperebutkan harta. Harta adalah cobaan (fitnah) bagi manusia (QS Ath-Taghaabun : 15), dengan harta seseorang bisa masuk surga dan dengan harta pula seseorang dapat terjerumus ke dalam neraka. [1] Lalu bagaimana kedudukan harta di dalam Al-Qur’an? Harta tidak hanya untuk pemenuhan kebutuhan hidup, harta adalah titipan Allah yang bisa menjadi nikmat bahkan menjadi laknat untuk hambaNya. Oleh karena itu, sudah menjadi keharusan untuk kita mengetahui bagaimana kedudukan harta di dalam Al-Qur’an
 Pengertian Harta
Dalam bahasa Arab harta disebut dengan sebutan al-mal. Berasal dari kata مَالَ-يَمِيْلُ-مَيْلاً  yang mempunyai arti condong, cenderung dan miring. Al-mal juga bisa disebut hal yang menyenangkan manusia, yang mereka pelihara baik itu dalam bentuk materi, maupun manfaat. Begitu berharganya sebuah harta sehingga banyak manusia yang cenderung ingin memiliki dan menguasai harta.[2]
Secara terminologi ada dua definisi yang dikemukakan oleh para ulama. Pertama: Ulama Hanafiyah mendefinisikan al-Mal sebagai: segala yang diminati manusia dan dapat dihadirkan ketika diperlukan, atau segala sesuatu yang dapat dimiliki, disimpan, dan dimanfaatkan. Kedua: Jumhur Ulama (selain Ulama Hanafiyah) mengartikan al-Mal (harta) adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai, dan dikenakan ganti rugi bagi orang yang merusak atau melenyapkannya.[3]
Sedangkan menurut istilah syar’i harta diartikan sebagai segala sesuatu yang dimanfaatkan pada sesuatu yang legal menurut hukum syara’ (hukum islam), seperti jual-beli (al-bay), pinjam-meminjam (‘ariyah), konsumsi dan hibah atau pemberian. Beradasarkan pengertian tersebut. maka, segala sesuatu yang digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari disebut dengan harta. Seperti uang, tanah, rumah, kendaraan, perhiasan, perabotan rumah tangga, hasil peternakan, perkebunan, dan juga pakaian semuanya termasuk dalam kategori al-amwal.[4]
Kedudukan Harta di dalam Al-Quran
a.       Harta adalah milik Allah, Manusia bukanlah pemilik mutlak, tetapi dibatasi oleh hak-hak Allah sehingga wajib dikeluarkan zakatnya dan peruntukan ibadah lain dari harta tersebut. Allah berfirman didalam Al-Qur’an:
آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ
Artinya :
       ”Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari harta mu yang telah Allah pinjamkan kepada mu. (QS. Al-Hadid:7)
b.        Harta sebagai sarana untuk memperoleh bekal menuju kehidupan akhirat. Allah berfirman:
اَلَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِى سَبِيْلِ اللهِ ثُمَّ لَا يُتْبِعُوْنَ مَا اَنْفَقُوْا وَلَا اَذًا لَهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَاهُمْ يَحْزَنُوْنَ.
Artinya:
       “orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkanya itu dengan menyebut-nyebut pemberianya dan dengan tidak menyakiti(perasaan sang penerima), mereka memperoleh pahala di sisi tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak(pula) mereka bersedih hati”.(Q.S Al-Baqarah:262)
c.       Harta merupakan sarana untuk memenuhi kesenangan.
       Didalam al-Qur’an Allah berfirman:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ.
Artinya:
       ”Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup didunia dan disisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (Q.S. Al-Imran:14)
d.      Harta sebagai ujian, pada Q.S.Ath-Taghaabun : 15
إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيم.
Artinya :
       ”Sesungguhnya harta dan anak-anak kalian hanyalah cobaan (bagi kalian) disisi Allah-lah pahala yang besar.
e.       Harta sebagai perhiasan, Harta merupakan perhiasan dunia yang hanya bersifat sementara dan untuk itulah maka sebagai seorang muslim hendaknya dapat memanfaatkan harta dengan sebaik-baiknya untuk beribadah kepada Allah. Didalam Q.S. Al-Kahfi:46, Allah berfirman:
اَلْمَالُ وَالْبَنُوْنَ زِيْنَةُ الحَيَوةِ الدُّنْيَا...
Artinya : “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan didunia.[5]
Fungsi Harta
Diantara sekian banyak fungsi harta antara lain sebagai berikut:
1.      Berfungsi untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah yang khas (mahdhah), sebab untuk ibadah memerlukan alat-alat, seperti kain untuk menutup aurat dalam pelaksanaan shalat dll.
2.      Untuk meningkatkan keimanan (ketaqwaan) kepada Allah, sebab kefakiran cenderung mendekatkan diri kepada kekufuran, maka pemilik harta dimaksudkan untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah.
3.       Untuk meneruskan kehidupan dari satu periode keperiode berikutnya  (regenerasi). Karena sesuai dengan pesan Al-Qur’an, umat Islam hendaknya menciptakan generasi yang berkualitas (An-Nisa: 9).
4.       Untuk menyelaraskan (menyeimbangkan) antara kehidupan dunia dan akhirat.
5.       Untuk mengembangkan ilmu, karena menuntut ilmu tanpa modal akan sulit. Seseorang tidak akan dapat melanjutkan kejenjang perguruan tinggi bila dia tidak memiliki biaya.
6.       Harta merupakan sarana penggerak roda ekonomi. Ada orang kaya dan miskin yang keduanya saling membutuhkan dalam melangsungkan kehidupannya, sehingga akan tersusunlah kehidupan masyarakat yang seimbang dan harmonis.
7.      Untuk menumbuhkan interaksi antara individu karena adanya perbedaan dalam kebutuhan.[6]
Pembagian Harta
Menurut para fuqaha ada berbagai macam harta, mereka menganalisis dan membagi dalam beberapa macam klasifikasi, antara lain: 1) Harta Mutaqawwim dan Gair Mutaqawwim.  
Harta Mutaqawwim (bernilai) adalah sesuatu yang boleh diambil manfaatnya menurut syara’,  artinya harta tersebut dapat bernilai secara syara’. Atau semua harta yang baik jenisnya maupun cara memperoleh dan penggunaanya. Contohnya adalah satu kilogram beras, satu kilogram daging sapi dan lain sebagainya. Adapun harta gair mutaqawwim (tidak bernilai) adalah sesuatu yang tidak boleh diambil manfaatnya, baik jenisnya, cara memperolehnya maupun cara penggunaannya. Misalnya daging anjing, babi, atau sebutir beras. 
2) Harta Mi ṡ lī dan harta Qīmī
Harta Mi ṡ lī (ada padanannya) adalah benda-benda yang ada persamaan dalam kesatuan-kesatuannya, dalam arti dapat berdiri sebagaimana di tempat yang lain tanpa ada perbedaan yang perlu dinilai, misalnya baju, celana, kursi, motor dan lainnya yang kesemuanya ada padanannya. Sedangkan harta qīmī adalah benda-benda yang kurang dalam  kesatuan- kesatuannya karena tidak dapat berdiri sebagian di tempat sebagian yang lainnya tanpa ada perbedaan. Misalnya benda yang berharga namun tidak ada atau jarang padanannya seperti barang antik, mobil limited edition dan lain sebagainya.
3) Harta Istihlāk dan Harta Isti’māl. 
Harta istihlāk adalah suatu barang yang tidak dapat diambil kegunaan dan manfaatnya secara biasa kecuali dengan menghabiskannya. Misalnya bensin, korek api, makanan dan minuman. Benda tersebut hanya dapat dimanfaatkan sekali setelah itu habis. Adapun harta isti’māl adalah sesuatu yang dapat digunakan berulang kali dan materinya tetap terpelihara. Harta isti’māl tidaklah habis dengan satu kali penggunaan tetapi dapat digunakan lama menurut apa adanya. Misalnya pakaian, motor, mobil, benda tersebut tidak habis dipakai hanya ada perubahan dari barang yang baru akan semakin susut nilainya.
4) Harta Manqūl (mudah dipindahkan) dan Harta Gair Manqūl/iqār (tidak dapat dipindahkan). 
Harta manqūl adalah segala harta  yang dapat dipindahkan (bergerak) dari satu tempat ke tempat lainya baik tetap ataupun berubah kepada bentuk yang lainnya seperti uang, hewan, kendaraan, meja, kursi, benda-benda yang ditimbang atau diukur. Harta gair manqūl/’iqār adalah sesuatu yang tidak bisa dipindahkan dan dibawa dari satu tempat ke tempat lain. Misalnya tanah, rumah, pohon dan lain sebagainya.[7]
Penutup
Harta berasal dari kata مَالَ-يَمِيْلُ-مَيْلاً  yang mempunyai arti condong, cenderung dan miring. Al-mal juga bisa disebut hal yang menyenangkan manusia, yang mereka pelihara baik itu dalam bentuk materi, maupun manfaat. Kedudukan harta di dalam Al-Quran bahwa harta adalah milik Allah, harta sebagai sarana untuk memperoleh bekal menuju kehidupan akhirat, harta merupakan sarana untuk memenuhi kesenangan, harta sebagi ujian, dan harta sebagai perhiasan. Harta berfungsi untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah, meingkatkan keimanan kepada Allah, regenerasi, mengembangkan ilmu, penggerak roda ekonomi, dan lain lain. Menurut fuqaha ada beberapa pembagian harta yaitu harta Mutaqawwim dan Gair Mutaqawwim, harta Mi ṡ lī dan harta Qīmī, harta Istihlāk dan Harta Isti’māl, serta Harta Manqūl (mudah dipindahkan) dan harta Gair Manqūl/iqār (tidak dapat dipindahkan). 

 

 

 

 

 

 



 







DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman Misno. 2014.  EKSISTENSI HARTA PERSPEKTIF AL-QUR'AN. Al-Tadabbur: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. 1(1):103
Djuawaini, Dimyauddin. 2008.  Pengantar Fiqh Muamalah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Mas’adi, A Ghufron. 2002. Fiqh Muamalah Kontekstual. Jakarta: Raja Grapindo Persada
Moh. Ah. Subhan Z.A. 2016. Konsep Harta Perspektif Ekonomi Islam. Jurnal AKADEMIA. 10(2):265
Muhammad Masrur. 2017. Konsep Harta dalam Al-Qur’ān dan Ḥadīṡ. Jurnal Hukum Islam. 15(1): 100-101
Suhendi,Suhendi. 2002.  Fiqh Muamalah. Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada

















Ditulis Oleh:
Nurma Nabila (Departemen Advokasi)



[1] Abdurrahman Misno, ” EKSISTENSI HARTA PERSPEKTIF AL-QUR'AN”, Al-Tadabbur: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Vol. 1 No. 1, Juli 2014, hal. 103
[2] Dimyauddin Djuawaini, Pengantar Fiqh Muamalah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar; 2008, hal. 34-36
[3] Moh. Ah. Subhan Z.A., “Konsep Harta Perspektif Ekonomi Islam”, Jurnal AKADEMIA Vol. 10 No. 2, Desember 2016, hal. 265
[4] Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta: Raja Grapindo Persada; 2002, hal. 10.
[5] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada; 2002, Hlm 15
[6] Opcit  hal. 38-39
[7] Muhammad Masrur, “Konsep Harta dalam Al-Qur’ān dan Ḥadīṡ”, Jurnal Hukum Islam Vol. 15, No. 1, Juni 2017, hal. 100-101

Lebih baru Lebih lama