TINJAUAN HUKUM TERHADAP PETASAN
Petasan sangat identik dengan sebuah kegiatan atau kebudayaan
seperti pada perayaan tahun baru, lebaran, ataupun kegiatan lainnya, karena
pada dasarnya fungsi petasan sendiri adalah untuk memeriahkan suatu kegiatan. Petasan
sendiri biasa disebut dengan mercon. Apa sih yang dimaksud dengan petasan
sebenarnya? Petasan atau mercon adalah sebuah peledak berupa bubuk yang dikemas
dalam beberapa jenis kertas dan mempunyai sumbu untuk diberi api dalam
menggunakannya (Tina Asmarawati, 2014: 133).
Bagaimana sih
petasan menurut sudut pandang hukum di Indonesia? Apakah ada undang-undang yang
mengaturnya? Tidak banyak orang tau menahu mengenai hukum atau aturan yang
mengatur tentang petasan. Hal tersebut ditandai dengan masih banyak pula
korban-korban akibat dari petasan itu sendiri. Di indonesia sendiri, petasan
sudah menjadi suatu hal yang biasa kita jumpai ataupun biasa dipakai untuk
berlebaran atau pada saat bulan Ramadhan. Petasan sebenarnya termasuk dalam
barang yang berarti benda yang dilarang. Sejak zaman Belanda sudah ada
aturannya dalam Lembaga Negara (LN) tahun 1940 Nomor 41 tentang Pelaksanaan
Undnag-Undang Bunga Api 1939, di mana di antara lain adanya ancaman pidana
kurungan tiga bulan dan denda Rp 7.500 apabila melanggar ketentuan “membuat,
menjual, menyimpan, mengangkut bunga api dan petasan yang tidak sesuai standar
pembuatan” kemudian pemerintah mengeluarkan berbagai macam peraturan,
diantaranya UU Darurat 1951 yang ancamannya mencapai 20 tahun penjara atau
hukuman mati (Tina Asmarawati, 2014: 142). Perbedaan antara kembang api yang
diizinkan dan yang dilarang diatur dalam Undang-Undang Bunga Api tahun 1932 dan
Perkap. Nomor 2 tahun 2008 tentang pengawasan, pengendalian, dan pengamanan
bahan peledak komersial. Contoh petasan yang diperbolehkan di dalam peraturan
yaitu seperti petasan kecil yang ukurannya tidak melebihi panjangnya 2 inci
sepanjang untuk suatu acara.
Berdasarkan
menurut beberapa pedagang petasan yang berjualan, mereka belum pernah dihukum.
Maka masih banyak yang bisa kita temui di tepi-tepi jalan ataupun di tempat
warung yang menjual petasan. Apalagi mendekati perayaan lebaran, tahun baru,
hajatan, ataupun lainnya. Pada waktu itulah mudah untuk menemukan penjual
petasan. Menurut beberapa penjual, razia petasan juga dilakukan, tentunya untuk
menertibkan penjual-penjual yang melanggar peraturan, seperti biasanya
dilakukan di malam takbiran. Demikian pula pendapat beberapa menegak hukum.
Penegakan hukum
mengenai petasan haruslah di tegaskan lagi. Walaupun memainkan petasan
mendatangkan kesenangan bagi pelakunya, namun dibalik perilaku tersebut
terdapat hal-hal negatif yang dapat ditimbulkannya (Mauliza Setiawan, 2016:
199). Mengingat banyak korban yang berjatuhan akibat petasan, karena petasan
ini sampai membuat seseorang meninggal akibat penyalahgunaan petasan tersebut.
Seperti ledakan petasan rakitan yang terjadi di sebuah rumah di Kediri yang
berujung kematian. Adapula petasan jumbo yang meledak di Pekalongan yang
berujung 1 anak tewas dan 4 luka parah.
Hambatan dalam
penerapan aturan hukum penggunaan kembang api ini adalah masih adanya
masyarakat yang tidak mau tahu tentang aturan penggunaan dan peredaran bunga
api. Adanya kebutuhan ekonomi yang harus dipenuhi, sehingga berjualan bunga api
atau petasan tersebut. Budaya masyarakat yang sudah turun temurun menggunakan
bunga api atau dalam beberapa perayaan besar seperti pada Bulan Ramadhan dan
perayaan malam pergantian tahun. Kurangnya sosialisasi dan edukasi terhadap
masyarakat tentang pemberlakuan aturan hukum terkait bunga api (Muhammad Sidik,
2020: 10).
Berdasar uraian di
atas, dapat penulis simpulkan bahwa :
Petasan adalah peledak
berupa bubuk mesiu yang kemudian dikemas di berbagai macam kertas dan memiliki
sumbu untuk penggunaannya dan Petasan sangat identik dengan hari perayaan.
Petasan sebenarnya
termasuk dalam barang yang berarti benda yang dilarang. Sejak zaman Belanda
sudah ada aturannya dalam Lembaga Negara (LN) tahun 1940 Nomor 41 tentang
Pelaksanaan Undnag-Undang Bunga Api 1939. Kemudian pemerintah mengeluarkan
berbagai macam peraturan, diantaranya UU Darurat 1951 yang ancamannya mencapai
20 tahun penjara atau Hukuman mati. Perbedaan antara kembang api yang diizinkan
dan yang dilarang diatur dalam Undang-Undang Bunga Api tahun 1932 dan Perkap.
Nomor 2 tahun 2008
Berdasarkan pengakuan
para pedagang petasan, mereka belum pernah dihukum. Maka masih banyak pedagang
mercon yang dapat kita jumpai, meskipun demikian razia petasan masih sering
dilakukan oleh petugas untuk menertibkan pedagang.
Penegak hukum mengenai
petasan harusnya bisa lebih tegas lagi, meskipun petasan dapat menyenangkan
pelaku petasan juga bisa jadi bumerang tersendiri untuk sang pelaku. Hambatan
dalam penerapan aturan hukum penggunaan kembang api ini adalah masih adanya
masyarakat yang tidak mau tahu tentang aturan penggunaan dan peredaran bunga
api. Adanya kebutuhan ekonomi yang harus dipenuhi, sehingga berjualan bunga api
atau petasan tersebut.
Referensi:
Sidik, Muhammad. (2020). Penegakan Hukum Tindak Pidana
Penyalahgunaan Bunga Api Dan Petasan Di Wilayah Hukum Polres Banjar (Doctoral
dissertation, Universitas Islam Kalimantan MAB).
SETIAWAN, Mauliza., Adi Herman. (2016). Upaya Kepolisian
Dalam Melakukan Penegakan Hukum Terhadap Peredaran Petasan Ilegal (Penelitian
Di Wilayah Hukum Polisi Resort Kota Banda Aceh). ETD Unsyiah.
Asmarawati, Tina. (2014). Sosiologi Hukum: Petasan
Ditinjau dari Perspektif Hukum dan Kebudayaan. Yogyakarta: Deepublish.
